test editor
27 February 2025 |
10:09 WIB
Kebiasaan makan roti masyarakat Kamboja ini merupakan warisan dari penjajah Prancis (1863-1953). Bangsa Prancis mengenalkan baget pada masyarakat Kamboja. Pang sendiri bermakna roti dalam bahasa Khmer. Kata itu diperkirakan merupakan derivasi dari pain, yang berarti roti dalam bahasa Prancis.
Satu hal yang membuat penasaran kami adalah nasi. Kami tidak menemukan makanan pokok bangsa Asia Tenggara itu di sini. Usut punya usut, menurut keterangan Farah, nasi bukanlah makanan utama di sini. Mereka menganggap nasi makanan mewah, karena sulit ditemukan di sini.
Pernyataan Farah itu memang sejalan dengan data ASEAN Statistical Publication 2021. Negara yang terletak di Semenanjung Indochina bagian selatan ini, menghasilkan beras sebanyak 10,93 juta metrik ton pada 2020. Angka ini menempatkan Kamboja berada di peringkat 6 dari 9 negara penghasil beras di kawasan ASEAN.
Selepas mencicipi satai sapi dan roti nom pang, perburuan kuliner kami pun rampung. Sebagai penutup, kami disuguhkan nangka untuk mencuci mulut. Menariknya, nangka tersebut masih setengah matang. Alhasil ketika digigit masih cukup keras. Namun, itulah kebiasaan mengonsumsi nangka masyarakat di sini.
Sebelum kami berpamitan, salah seorang pria antusias menyapa kami. Dia hanya berkata Indonesia, Indonesia. Selebihnya menggunakan bahasa Khmer, yang kami tidak mengerti. Kami hanya membalasnya dengan senyuman.
Menurut Farah, warga Kamboja begitu menghormati orang Indonesia. Bagi mereka, Indonesia adalah negara yang maju. Oleh karenanya, ketika ada insiden salah pasang bendera pada ajang pembukaan Sea Games, warga Kamboja merasa malu dan meminta maaf atas kealfaan itu.
Kehangatan dan keramahan yang diperlihatkan warga Kamboja itu membuat kami seolah berada di negara sendiri. Walau sesaat, tetapi perjalanan kami terasa berkesan. Tidak hanya karena kuliner, tetapi juga keakraban para warga di sana.
Satu hal yang membuat penasaran kami adalah nasi. Kami tidak menemukan makanan pokok bangsa Asia Tenggara itu di sini. Usut punya usut, menurut keterangan Farah, nasi bukanlah makanan utama di sini. Mereka menganggap nasi makanan mewah, karena sulit ditemukan di sini.
Pernyataan Farah itu memang sejalan dengan data ASEAN Statistical Publication 2021. Negara yang terletak di Semenanjung Indochina bagian selatan ini, menghasilkan beras sebanyak 10,93 juta metrik ton pada 2020. Angka ini menempatkan Kamboja berada di peringkat 6 dari 9 negara penghasil beras di kawasan ASEAN.
Selepas mencicipi satai sapi dan roti nom pang, perburuan kuliner kami pun rampung. Sebagai penutup, kami disuguhkan nangka untuk mencuci mulut. Menariknya, nangka tersebut masih setengah matang. Alhasil ketika digigit masih cukup keras. Namun, itulah kebiasaan mengonsumsi nangka masyarakat di sini.
Sebelum kami berpamitan, salah seorang pria antusias menyapa kami. Dia hanya berkata Indonesia, Indonesia. Selebihnya menggunakan bahasa Khmer, yang kami tidak mengerti. Kami hanya membalasnya dengan senyuman.
Menurut Farah, warga Kamboja begitu menghormati orang Indonesia. Bagi mereka, Indonesia adalah negara yang maju. Oleh karenanya, ketika ada insiden salah pasang bendera pada ajang pembukaan Sea Games, warga Kamboja merasa malu dan meminta maaf atas kealfaan itu.
Kehangatan dan keramahan yang diperlihatkan warga Kamboja itu membuat kami seolah berada di negara sendiri. Walau sesaat, tetapi perjalanan kami terasa berkesan. Tidak hanya karena kuliner, tetapi juga keakraban para warga di sana.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.